Diary, sebuah rahasia, dan
pembalasan dendam.
Pagi ini cukup cerah.
Burung-burung berkicau indahnya.
Matahari pun bersinar dengan gagah tanpa terhalangi oleh setitik
awanpun. Meski begitu, cuaca tidak terlalu panas. Dikarenakan di sekitar
ditanam pohon-pohon untuk memperbanyak produksi oksigen. Selain pohon,
dibawahnya juga terdapat berbagai macam bunga, yang membuat daerah sekitar
sekolahku menjadi sangat cantik. Sungguh, aku suka dengan keadaan ini. Tenang,
damai, dan tentram. Terlebih, siswa-siswi sekolahku belum ada yang datang.
Wajar saja, sekolah masih menunjukan pukul 06.15, sementara pelajaran dimulai
pukul 07.30.
“BEBYYY!!!!!!!!!!!!!!!”
Uhh, pasti dia. Ya, dia. Nabilah
Giovani Hopkins. Cewek keturunan Amerika itu adalah sahabatku. Dia ini cukup
cerewet. Selain cerewet, dia juga sangat jahil dan berisik. Entahlah. Aku juga
bingung mengapa aku bisa bersahabat dengannya. Ah, sebelumnya aku lupa
memperkenalkan diri. Aku Beby. Beby Nur Savira. Jika sahabatku itu adalah orang
bule, bukan berarti aku juga keturunan bule. Aku orang Indonesia asli.
Aku pun mengalihkan pandanganku
kea rah sahabatku yang tengah berlari menghampiriku yang sedang asik memandangi
taman. Sesaat, aku mengerutkan keningku saat melihat wajahnya yang murung.
Namun setelahnya, aku kembali menunjukan ekspresi biasa. Hanya ada 2 hal yang
membuat wajahnya murung di pagi hari. Pertama, ia lupa mengerjakan PR yang
membuat ia harus datang pagi. Kedua, ia lupa sarapan pagi. Ah, tapi sepertinya
ia sedang mengalami hal yang pertama, karena memang jam masih menunjukan pukul
setengah 7, ah bahkan kurang.
“ada apa? Lupa ngerjain PR?” aku
bertanya diikuti tanganku yang meraih tas punggung ku yang ku letakan di
sebelah bangku yang kududuki.
“hehe, iya! Ah, kamu memang
sahabatku yang paling pengertian!” ucapnya sambil cengengesan.
“kita sudah bersahabat sejak
kelas 1 SMP. Aku sudah hafal dengan semua kelakuanmu, nona Hopkins” ucapku
dengan nada mengejek, membuat sahabatku yang satu ini mendelik.
“uh, sudah ku bilang jangan
memanggilku seperti itu! Lagipula, Hopkins itu nama belakang ayahku. Nabilah
Giovani, itulah namaku!”
“iya, iya! Udah ah, jadi minjem
gk? Aku gk mau ya, kamu ngomel-ngomel sama Aku karena kamu dihukum!”
“nah, kalau yang satu itu
harus!!! Mana bukumu?” ucapnya sambil duduk di sebelahku.
Aku pun segera
menyerahkan buku milikku, yang langsung di ambil olehnya. Aku hanya bisa
tertawa kecil melihat tingkahnya. Sementara ia menulis, aku melanjutkan
kegiatanku memperhatikan keadaan taman sekolahku. Hah, entah kenapa taman ini
begitu indah untuk diperhatikan, walaupun sudah sangat sering aku memperhatikan
taman ini. Bahkan saking seringnya, aku sampai hafal berapa jumlah bunga yang
tumbuh dalam satu pot. Eh, untuk yang satu ini bukan aku yang menghitungnya.
Tapi Nabilah.
‘biar sekalian. Sejak kita menginjakan kaki di sekolah ini, kamu hanya
memperhatikan taman ini. Nah, sebagai sahabat yang baik aku menghitung jumlah
bunga di tiap pot, agar kamu semakin memperhatikannya!’
Itulah yang ia ucapkan saat
menyerahkan secarik kertas yang berisi jumlah bunga di tiap pot. Bahkan, di
tiap pot tersebut terpasang nomor-nomor, yang ia pasang sesuai dengan yang ia
tulis. Aneh, tapi itulah sahabatku, Nabilah Giovani. Aku pun kembali
mengedarkan pandanganku ke seluruh penjuru taman, hingga akhirnya mataku berhenti
di satu titik. Mataku terus menatap intens ke arah bawah pohon Cemara, dimana
disana tergeletak sebuah buku bersampul biru laut, yang tampak lusuh. Tanpa
sadar, aku bangkit dari dudukku dan berjalan menuju pohon tersebut.
“Beby! kamu mau kemana?”
Pertanyaan Nabilah membuatku
tersentak. Aku pun menoleh ke arahnya, “ah, Cuma mau keliling aja. Bosen juga
Cuma nungguin kamu nulis” ucapku memberi alasan.
“oh, yaudah. Jangan jauh-jauh
Beb, ntar kalo kejauhan nanti kamu ilang lagi! Hihihi” candanya. Aku hanya
memutar kedua bola mataku, lalu berjalan menuju buku tersebut.
‘DIARY!!’ batinku saat aku sudah
memegang buku tersebut. Sebenarnya siapa pemilik buku ini? Dan, kenapa juga
buku ini di tinggalkan begitu saja disini? Ini kan Diary, buku pribadi. Apa pemilik
buku ini tidak takut kalau rahasianya terbongkar? Jika perkiraanku benar, buku
ini sudah cukup lama berada disini, karena sampul buku tersebut yang mulai
usang. Ragu-ragu, aku membuka buku Diary tersebut. ‘Melody Ivanovic. 28 Mei
1987.’ Itulah tulisan yang ada di halaman depan. 1987? Berarti pemilik buku ini
sudah tidak bersekolah lagi disini. Aku pun menutup buku tersebut, lalu kembali
menghampiri Nabilah yang sepertinya sudah selesai menulis.
“udah?”
“sudah. Terimakasih, Beby!”
ucapnya sambil menyerahkan bukuku. Aku pun segera memasukan buku tersebut ke
dalam tasku, lalu meletakannya di punggungku.
“ya udah, yuk kita ke kelas!”
ajakku. Dia hanya mengangguk. Kami berdua pun berjalan menuju kelas kami,
XI-IPS 2. Sesampainya dikelas, kami langsung duduk di bangku kami yang terletak
di pojok kelas.
“eh, Nab. Tadi aku nemu diary!”
ucapku setelah mengetahui bahwa guru mata pelajaran yang seharusnya mengajar
tidak dapat hadir.
“diary? Milik siapa?”
“kalau tidak salah, namanya
Melody Ivanovic”
“lalu, kenapa kau tidak melapor
pada guru? Dengan begitu, diary itu akan kembali ke orang bernama Melody itu”
ucap Nabilah.
“tidak, tidak! Dalam buku itu
tertulis tanggal lahirnya. Kau tau tanggal, bulan, dan tahun berapa dia lahir?
28 maret 1987!!!”
Nabilah yang sedari tadi
memainkan HPnya pun menoleh ke arahku dengan tatapan kaget, “kau serius?”
“kau berfikir aku bohong? Ah
sudahlah. Aku tidak mau membahas hal ini di sekolah. Karena menurut kabar yang
aku dengar, disekolah ini seringkali ada hantu-hantu yang berkeliaran! Hiii!!!”
Kami berdua pun melanjutkan
obrolan, tanpa membahas hal-hal mengenai buku diary, ataupun cewek bernama
Melody Ivanovic itu. Namun walaupun begitu, entah kenapa sejak tadi aku
mengungkit soal diary, suasana sedikit mencekam. Ah, entahlah. Mungkin hanya
perasaan ku saja. Ya, mungkin.
“tolong aku….”
DEGG!!!!
Aku tersentak kaget saat sebuah
suara perempuan terdengar. Suara yang begitu lirih, membuatku merinding.
Kulirik Nabilah yang duduk disebelahku. Raut wajahnya menampakan ekspresi
tenang. Apa mungkin hanya aku yang mendengarnya?
“Nab, tadi kamu denger suara gitu
gak?” tanyaku.
“apaan? Orang daritadi gk ada
suara!” balasnya sambil terus focus ke gadgetnya.
Jawaban Nabilah semakin membuat
bulu kudukku meremang. Tanpa sadar, aku mengusap tengkuk belakangku. Mata ku
juga sedari tadi selalu mengawasi sekeliling. Hingga akhirnya, mataku berhenti
saat menatap pojok kelas, tepatnya di belakang kursi guru. Ah, tidak. Aku tidak
menatap kursi guru, melainkan sosok yang berada di belakangnya. Sosok
perempuan, berbaju seragam yang mirip sepertiku, namun desainya lebih simple.
Jika seragamku memiliki corak di bagian lengan juga samping kemeja, maka yang
sosok itu kenakan hanya kemeja putih polos. Untuk rok, motifnya sama dengan
yang aku kenakan.
Aku terus menatap sosok tersebut.
Kepalanya yang menunduk membuat rambut panjangnya menutupi wajahnya. Kulitnya putih, pucat. Seperti tidak ada
aliran darah di tubuhnya. Ah, di bagian tangannya pun Nampak beberapa luka
memar. Aku terus memperhatikan sosok itu, hingga saat sosok itu memperlihatkan
wajahnya, aku tersentak kaget. Wajahnya pucat, mulutnya terkatup rapat,
sementara matanya menatap tajam ke arahku. Mulutnya yang sedari terkatup,
perlahan berubah menjadi seringaian mengerikan. Tanpa sadar, aku memundurkan
tubuhku hingga menempel ke dinding. Oh, sial! Apa sekarang aku memiliki
kemampuan melihat hal gaib?
“OYYY BEBY!!!!!!!!!!”
Teriakan Nabilah yang tepat di
kupingku, membawa ku kembali ke alam nyata. Aku pun menoleh kea rah Nabilah
yang tengah menatapku khawatir. Ada apa dengannya?
“kau kenapa? Daritadi ku panggil,
namun tak menyahut! Kau, sakit?”
“ah, tidak! Tidak ada apa-apa”
“tapi kenapa kau berkeringat
dingin seperti ini?”
Refleks, aku mengusap kening dan
juga sekitar leherku. Benar! Ternyata sedari tadi aku memperhatikan sosok itu,
keringat dingin mengucur keluar dari tubuhku. Ah, mengingat sosok itu, ku lirik
kembali tempat dimana sosok itu berada. Diam-diam, aku bernafas lega saat
melihat sosok tersebut sudah tak ada.
“hey Beby, kau kenapa?”
Aku kembali menatap kea rah
Nabilah, “tidak apa-apa. Hanya sedikit pusing”
“kau sakit? Kalau kau sakit,
lebih baik kita pergi ke UKS!”
“ah tidak perlu. Aku hanya butuh
tidur. Bangunkan aku kalau guru masuk ya?”
Aku pun meletakan kepala ku
diatas meja dengan kedua tangan yang kulipat sebagai bantalnya. Aku pun mulai
memejamkan mataku, walaupun sedikit susah. Tapi akhirnya, kedua mataku mau
berkompromi dengan kepalaku yang sudah sangat pusing. Sepertinya aku tertidur
cukup lama, karena yang kuingat saat Nabilah membangunkanku, jam sudah
menunjukan pukul satu yang berarti sedang berlangsung istirahat kedua.
“eh, udah jam satu?” ucapku
kaget.
“iya. Kamu daritadi dibangunin gk
bangun-bangun. Yaudah aku diemin aja! Untung guru-guru pada ngertiin, karena
badan kamu memang agak panas. Kalo kamu sakit, mending ke UKS aja! Biar dikasih
obat! Lagian kan kalo istirahat di UKS enak, bisa rebahan di kasur!”
Huh. Cerewetnya Nabilah kumat.
Kadang aku kesal jika cerewetnya Nabilah sedang ‘on’, tapi aku tau cerewetnya
Nabilah itu untuk kebaikan ku juga. Jadi ya sudahlah. Ku terima saja cerewetan
Nabilah kali ini.
“udah cerewetnya? Kalo udah
sekarang kamu temenin aku ke kantin! Aku laper nih!” ucapku sambil menarik
tangannya.
“Beb, pelan-pelan dong!”
protesnya. Tapi aku tak memperdulikannya, karena yang ada di fikiranku sekarang
adalah secepatnya sampai dikantin dan mengisi perutku dengan makanan.
Sesampainya di kantin, aku langsung memesan makanan.
“oy, Beb! Lepasin dulu bisa
kali!” ucapan Nabilah membuatku menoleh, lalu dengan segera melepaskan tanganku
dari tangannya.
“hehe, sorry!”
“sorry, sorry. you know? My hand
is very hurt! Oh god, my friend is as strong as the Hulk?”
Yah keluar deh sifat bule
Nabilah. Aku tak menjawab setiap ucapannya dan memilih mengantri untuk mendapat
makanan. Dibelakangku, Nabilah terus saja menggerutu. Uhhh! Sambil menggerutu,
aku mengedarkan pandanganku. Sepi! Hanya terlihat 6-10 orang yang ada di
kantin. Aneh. Tak biasanya kantin sekolahku ini sepi, apalagi jam istirahat
seperti ini.
“neng, mau pesen apa?”
Ucapan sang penjual kantin
membuyarkan lamunanku. Ah, akhirnya sekarang giliranku memean. Aku pun mulai
menyebutkan pesananku yang langsung dibuatkan oleh sang penjual. setelah siap,
aku membawa mangkuk makananku ke meja yang ada di pojok. Namun, baru saja aku
ingin menyuapkn
makanan ke mulutku, suara gaduh dari luar kantin menghentikan
kegiatanku.
“ada apa?” ucap Nabilah.
“mana ku tau! Kalau kau ingin
tau, lebih baik ikut dengan me---“ belum selesai aku menyelesaikan ucapanku,
Nabilah sudah nyelonong pergi. Aku pun tak ambil pusing dan melanjutkan makanku
yang tertunda. Kini tinggal aku seorang diri di kantin. Ya, sendiri. Karena
siswa-siswi lain sudah mengikuti jejak Nabilah untuk mengetahui sumber
kegaduhan. Selesai makan, aku langsung membayar dan segera pergi ke kelas,
karena tadi Nabilah mengirim pesan singkat yang menyuruhku untuk pergi ke kelas
lebih dulu. Sesampainya dikelas, aku melihat seorang siswi yang duduk di bangku
ku. Aku pun mengerutkan kening, dan berjalan menghampiri siswa tersebut.
“maaf, ini tempat dudukku. Kamu
siapa ya?” ucapku ramah. Siswi itu hanya menatapku dengan pandangan kosong,
lalu segera pergi keluar kelas. Aku terus menatap punggungnya yang semakin
menghilang di balik pintu. Ah, sudahlah. Mungkin tadi hanyasiswi kelas lain
yang menunggu temannya yang berada di kelas ini. Aku pun duduk ditempatku. Tak
berapa lama, siswa-siswi kelasku berhamburan masuk.
“oyy, BebyyyY!!!!!!!” seru
Nabilah sambil berjalan cepat menghampiriku.
“apa?”
“Ay..Ayana! Ayana! Dibelakang!”
Nabilah bicara terbata-bata, membuatku kembali mengerutkan kening.
“apa sih? Mending sekarang kamu
atur nafas dulu deh!” Nabilah menuruti perintahku. Ia segera mengatur nafasnya
yang sedari tadi tak beraturan.
“Ayana ditemukan meninggal di
toilet belakang!!!” ucap Nabilah saat nafasnya mulai normal.
“Ayana? Ayana Nur Azizah? Yang
keturunan arab itu? Kelas sebelah? Yang satu ekskul sama aku itu?” tanyaku
beruntun.
“iya, iya itu!!! Ayana yang itu!”
“dia meninggal kenapa?” tanyaku.
“gk tau! Soalnya gk ada luka
apa-apa di tubuhnya. Tadi pak kepsek juga udah nelpon polisi!”
Aku tak menjawab. Aku hanya diam
dalam lamunanku. Ayana Nur Azizah. Setahuku, Ayana adalah siswi yang ceria dan
baik kepada sekitar. Ia juga salah satu siswi berprestasi. Kenapa bisa sampai
ia seperti itu? Dibunuh? Tapi kalau dibunuh, Nabilah bilang tidak ada luka
apapun di tubuhnya. Bunuh diri? Untuk pilihan kedua bisa saja terjadi jika
mengingat alasan pertama. Tapi jika bunuh diri, Ayana tidak mungkin melakukan
itu. Seingatku, dulu Ayana pernah bilang kepadaku dan juga teman ekskul yang
lain, kalau dia berkeinginan menjadi seorang pengusaha dan membahagiakan orang
tuanya. Lalu, apa penyebab meninggalnya Ayana? Ah sudahlah. Memikirkannya saja
membuat kepalaku sakit.
Karena kejadian ini, sekolah
dipulangkan lebih cepat. Ya walaupun tidak cepat-cepat juga, mengingat jam
sudah menunjukan pukul setengah 2 siang, sementara sekolah bubar pukul tiga.
Tapi, tak apalah. Aku dan Nabilah segera membereskan barang bawaan kami dan
pergi ke parkiran. Nabilah berjalan menuju mobilnya, sementara aku berjalan
menuju motor matic ku. Sebenarnya bisa saja aku sekolah membawa mobil seperti
Nabilah, tapi untuk jalanan ibukota, sepertinya motor lebih efisien.
Setelahitu, aku menghidupkan mesin motorku dan mengendarainya dengan kecepatan
sedang.
Tak perlu waktu lama, aku sudah
sampai di rumahku. Setelah memarkirkan motor, aku pun berjalan masuk.
“assalamualaikum!” ucapku sambil
membuka pintu.
“wa’alaikumsalam. Eh dek, udah
pulang?” ucap kakakku yang tengah menonton tv di ruang tengah.
“iiya nih kak. Di sekolah ada
trgaedi gitu. Kak Kinal sendiri, gk kuliah?” Tanyaku pada kakakku. Kinalia
Oktavia.
“ah kuliah lagi libur, soalnya
para dosennya lagi ada pelatihan di Bali!” balasnya.
“wih asik banget! Ntar
dosen-dosennya di Bali bukannya pelatihan, malah liat-liat bule lagi!” candaku
sambil duduk di sebelah kakakku.
“yeee bisa aja kamu! Hahaha!”
Kami berdua pun mulai ngobrol
ngalor ngidul. Entah apa yang kami bicarakan, karena temanya selalu
berganti-ganti. Tak terasa, waktu sudah menunjukan pukul 5 sore. Aku pun segera
pergi ke kamarku untuk mandi dan berganti baju. Saking asiknya mengobrol
bersama kakakku, aku sampai lupa untu mengganti baju seragamku. Ckckck. Selesai
mandi, aku langsung mengambil air wudhu karena bertepatan dengn selesainy aku
mandi, adzan maghrib berkumandang. Selepas menjalankan kewajibanku sebagai umat
muslim, aku langsung duduk di meja belajarku dan mengambil diary tadi.
Aku terus memperhatikan diary
tersebut, sampai tiba-tiba diary tersebut terbuka dengan sendirinya, dan
berhenti tepat ditengah buku. Di buku tersebut, terselip sebuah foto yang
berisikan seorang gadis cantik. Di foto tersebut, gadis itu mengenakan baju
lengan panjang berwarna abu-abu dan hotpants berwarna putih. Rambutnya terurai
panjang, seperti membingkai wajah nya yang sangat cantik.
“ini siapa?” gumamku. Aku pun
melihat bagian belakang foto tersebut.
“Melody Ivanovic. Kelas X-3 SMA
Altamevia ‘03” itulah yang kubaca di bagian belakang foto tersebut. 2003? Itu
berarti 11 tahun yang lalu. Kalau memang siswi bernama Melody itu bersekolah
pada tahun 2003, berarti dia sudah lulus 8 tahun yang lalu. Lantas, kenapa buku
ini bisa ada disana, tanpa ada yang menemukannya dalam kurun waktu 8 tahun
terakhir. Ah sungguh. Semua ini membuat kepalaku pusing. Aku pun kembalii melihat
isi buku tersebut. Namun, baru saja aku ingin membuka halaman selanjutnya, buku
tersebut terbuka kembali ke halaman awal.
“pembalasan sudah dilakukan. Pembalasan atas apa yang terjadi 10 tahun
yang lalu. 10 Siswi-siswi disana akan mati satu per satu, jika ‘dia’ tidak
mengakhiri semuanya!”
Oh, hell! Apa maksud dari semua
ini? Pembalasan? Pembalasan apa ang dimaksud? Lalu, siapa ‘dia’ yang dimaksud?
Oh sungguh. Semua ini membuatku menjadi semakin pusing. Aku pun membaca apa
yang ada di halaman selanjutnya.
“korban pertama adalah seorang siswi kelas XI. Berinisial ANZ. Tewas
karena tercekik”
“korban selanjutnya adalah seorang siswa kelas X. berinisial AS. Tewas
karena kecelakaan.”
“korban ketiga adalah siswi kelas XII. Berinisial YL. Tewas karena
kecelakaan”
“korban keempat adalah siswa kelas XII. Berinisial MK. Tewas karena
keracunan”
“korban kelima adalah siswa kelas XI. Berinisial RH. Tewas karena
kecelakaan”
“korban keenam adalah siswi kelas X. berinisial VF. Tewas karena
kecelakaan”
“korban ketujuhadalah siswa kelas XII. Berinisial NH. Tewas karena
kecelakaan”
“korban ke delapan adalah siswa kelas XI. Berinisial AL. tewas karena
gantung diri”
Aku terus membaca nama-nama yang
ada di buku tersebut. ANZ. Itu bukankah inisial nama Ayana? Ah mungkin hanya
kebetulan. Namun, kenapa hanya tertulis delapan korban? Ah sudahlah. Aku pun
tak memperdulikannya lagi. Aku pun menutup buku tersebut dan pergi ke kasurku.
Tidur.
Esoknya, aku bersekolah seperti
biasa. Ramai! Itulah yang aku fikirkan saat pertama kali menginjakan kakiku di
sekolah. Ku lirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kiri ku. 06.25.
masih cukup pagi, namun kenapa siswa-siswi disini sudah banyak yang
berdatangan. Ah, sudahlah. Mungkin mereka ada urusan yang harus di selesaikan.
Aku pun melanjutkan perjalananku menuju kelas. Di kelas, ternyata keadaan sudah
ramai. Hal ini membuatku semakin bingung.
“loh, tumben udah pada dateng!
Biasanya juga baru pada mandi!” ucapku dengan nada meledek.
“kita dateng pagi juga disuruh
tau! Katanya mau ada pengajian buat Ayana. Emangnya lo gk di smsin?” ucap salah
seorang temanku.
“eh, sms?” aku pun segera
mengeluarkan HP ku, yang ternyata sedari kemarin aku matikan. Pantas saja. Saat
aku menghidupkan HP ku, banyak sms masuk yang datang dari teman-teman sekolahku
yang menyuruh seluruh siswa-siswi datang pagi.
“oh iya! Hehe. HP nya dari
kemarin aku matikan, jadi ya gitu deh!” ucapku lalu berjalan menuju tempat
dudukku, menghampiri Nabilah yang ternyata sudah datang.
“pagi nona Hopkins!” sapaku,
membuatnya mendelik. Sementara aku hanya cengengesan.
“kamu semalem kemana aja? Aku sms
gk dibales, di telpon gk aktif!” ucapnya.
“maaf, maaf. Kemarin aku lupa
kalo HP nya aku matiin. Baru dihidupin tadi pagi”
“huh, padahal aku mau cerita!”
“cerita apasih? Sini sini
cerita!”
Ia pun mulai menceritakan
kisahnya kepadaku. Aku dengan seksama mendengarkan, hingga akhirnya sebuah
suara dari speaker yang menyuruh kami untuk kelapangan menghentikan kisahnya.
Kami pun segera pergi kelapangan, untuk melaksanakan pengajian. Oh ya, aku lupa
member tau. Walaupun Nabilah keturunan Amerika, ia tetap beragama islam,
dikarenakan kedua orang tuanya memutuskan untuk masuk islam sebelum menikah.
Setelah mengambil posisi duduk yang pas tanpa terkena sinar mentari, kami pun
mulai membaca surat yasin dengan khusuk.
“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA”
Jeritan seseorang memecah
kekhusukan kami yang sedang membaca yasin. Para guru juga siswa-siswi (termasuk
aku dan Nabilah) segera berlarian menuju sumber suara, yang berasal dari
koridor. sesampainya disana, kami menemukan seorang siswi yang menangis di
samping jasat seorang siswa.
“ada apa ini?” Tanya seorang
guru. Siswi itu pun menceritakan kejadian nya secara rinci. Saat itu siswi yang
diketahui bernama Bella, kelas XI, sedang berjalan bersama siswa tersebut yang
ternyata adiknya. Namun, saat sedang berjalan, tiba-tiba saja siswa tersebut
terjatuh dari tangga, yang menyebabkannya tewas.
“kalau boleh tau, siapa nama siswa tersebut?” tanyaku.
“Rio. Agrario Stevent”
DEGG
Agrario Stevent, AS. Tewas karena
kecelakaan. Kebetulan kah, atau.. entahlah. Aku pun mengedarkan pandanganku di
sekitar tangga. Mataku membelalak saat melihat sosok yang waktu itu kulihat
dikelas. Diakah yang membunuhnya? Atau kebetulan sosok itu berada disana?
Tidak, ini bukan kebetulan. Ini sudah di rencanakan! Tapi, siapa pelakunya?
Melody? Ah, tidak mungkin. Ia sudah lulus beberapa tahun yang lalu. Eh, tapi
jika mengingat isi diarynya, bisa saja. Tapi, bagaimana caranya ia merencanakan
semuanya dengan begitu apik, bahkan hingga menulis nama korban-korbannya?
“ini baru permulaan”
Sebuah suara tiba-tiba muncul di
kepalaku. Suara itu! Suara yang kemarin minta tolong kepadaku! Darimana ia
berasal? Dan siapa yang berbicara? Sudahlah. Kembali, sekolah dibubarkan lebih
cepat. kejadian ini terus terulang hingga 3 hari kedepan. Korban-korbannya pun
sesuai dengan yang ada di buku. Korban ketiga adalah siswi kelas XII bernama
Yuvia Louise, atau YL. Tewas karena kecelakaan praktik kimia di lab. Korban
ke-empat adalah siswa kelas XII bernama Maulana Kautsar atau MK. Tewas karena
keracunan makanan kantin. Korban kelima adalah siswa kelas XI bernama Ridho
Hakim atau RH. Tewas karena tertimpa kursi-kursi bekas saat bertugas
membersihkan gudang.
Melihat hal ini, sungguh
membuatku bingung. Sungguh. Terlebih 3 hari setelahnya kejadian yang
sama
terjadi lagi. Nama korban sesuai dengan inisial yang ada di buku. yang lebih
membuatku bingung, disetiap terjadi hal seperti ini, sosok tersebut selalu
muncul dengan seringaiannya yang mengerikan. karena penasaran, aku pun melihat
buku tersebut. Tidak ada nama siapa korban selanjutnya.
“kau ingin mengakhiri semua ini, kan?”
Tiba-tiba sebuah suara melintas
di kepalaku. Suara itu lagi! Iseng aku menjawab pertanyaannya.
“ya!”
“baiklah. Aku akan menunjukannya kepadamu”
Tiba-tiba saja buku tersebut
terbuka hingga kehalaman tengah, lalu dari halaman tersebut muncul sebuah
cahaya yang seakan menarikku ke dalam buku tersebut. Aku pun mengerjapkan
mataku untuk menyesuaikan dengan cahaya yang ada. Eh, ini kan.. koridor
sekolahku!
“pak, bapak tidak bisa seperti ini dong! Kenapa harus saya? Nilai saya
kan cukup baik!” protes seorang cewek berambut panjang yang ku kenal. Dia..
Melody Ivanovic!
“loh, itu hak saya dong? Saya guru kamu! Saya yang menentukan nilai
rapot mu!” ucap seorang pria paruh baya yang sangat ku kenali. Pak Heru, atau
kepala sekolah ku.
“ini gak adil pak! Oh saya tau! Bapak seperti ini Karena saya mergoki
bapak jalan sama cewek lain kan? Iya kan? Bapak takut kalau rahasia bapak ini
terdengar oleh istri bapak?” sentak Melody.
Pak Heru terdiam, “jaga ucapan kamu! Ini tidak ada hubungannya dengan
kejadian itu!”
“lalu kenapa bapak tiba-tiba menurunkan nilai saya? Selama ini saya
selalu mendapat nilai yang bagus!” Melody kembali protes.
“SUDAH DIAM!!!” bentak pak Heru sambil memukul wajah Melody, membuat
Melody tersungkur dan pingsan.
Dari tempatku, aku dapat melihat
dengan jelas apa yang kepala sekolahku itu lakukan. Perlahan, pak Heru menyeret
tubuh Melody yang pingsan kea rah gudang, yang kuketahui sekarang berubah
menjadi kantin. Sesampainya di gudang, pak Heru menjebol salah satu tembok,
setelah itu tubuh Melody yang masih bernafas itu dimasukan kedalam. Kemudian
pak Heru mengambil semen beserta batu bata. Untuk menutup lubang tersebut. Aku
menutup mulutku tak percaya melihat apa yang sudah pak Heru lakukan. Aku harus
menghentikan semua ini!!!!
Tiba-tiba saja, sebuah cahaya
muncul dan menarikku.
BRUKKKK
Aku terjatuh begitu saja dari
kursi. Semua terasa cepat dan nyata. Kulirik jam dinding yang menggantung,
masih pukul delapan malam! Segera kuhubungi Nabilah, untuk segera datang ke
sekolah. Aku sendiri segera pergi ke sekolah menggunakan motorku. Sesampainya
di sekolah, kulihat Nabilah sudah sampai. Tapi tunggu! Ada satu mobil lagi yang
kulihat di samping sekolah. Mataku memicing untuk mengenali mobil tersebut,
itu…. Mobil pak Heru!
“oy Beby! ada apa sih nyuruh aku
kesini malem-malem begini!? Serem tau!!!!” keluh Nabilah. Aku tidak menjawab
pertanyaannya. Aku menarik tangannya untuk segera berlari memasuki halaman
sekolah.
“PAK HERU!!!!” teriakku saat
melihat sosok kepala sekolahku.
“ah, Beby, Nabilah, ada apa?”
Tanya pak Heru.
“bapak harus tanggung jawab!
Karena bapak siswa-siswi disini terbunuh!” sentakku, membuat wajah pak Heru
kaget.
“Beb, kamu apaan sih? Dia kepala
sekolah!” bisik Nabilah, namun aku tak memperdulikannya.
“maksud kamu?”
“saya tau yang bapak lakukan
terhadap siswi bernama Melody Ivanovic 10 tahun yang lalu!!! Dan sekarang, dia
membalaskan dendam kepada bapak melalui siswa-siswi disini! Sekarang bapak
harus tanggung jawab!”
Pak Heru terdiam mendengar
ucapanku. Namun, tak berapa lama, seringaian muncul di wajahnya.
“ya, sebenarnya bapak tidak tau
darimana kamu mengetahui hal ini. Tapi karena kalian mengetahuinya, lebih baik
kalian menyusul Melody!” ucap pak Heru sambil mengeluarkan sebuah pisau dari
bagian belakang celananya, dan menusukannya kepada Nabilah. Beruntung, Nabilah
cepat menghindar. Kami pun segera berlari menghindari pak Heru.
“oh shit! Melody, keluarlah! Aku
sudah membawakan pak Heru untukmu! Kau bisa membalaskan dendammu kepadanya!”
teriakku sambil berlari. Nafasku dan Nabilah sudah sangat berantakan. Kami
terus berlari, hingga tanpa sadar langkah kami menuntun kami ke kantin.
“sial! Kita kejebak!” umpat
Nabilah. Dibelakang kami, pak Heru tersenyum penuh kemenangan.
“kalian tidak akan bisa
kemana-mana lagi! Kalian akan mati!” ucap pak Heru.
WUSHHHHHH
Tiba-tiba saja angin berhembus
dengan kencang.
“KAU YANG AKAN MATI!!!!”
Aku pun menatap sosok yang
tiba-tiba muncul di hadapan pak Heru. Itu.. Melody! Kejadian selanjutnya begitu
cepat. aku dan Nabilah tidak dapat melihatnya, namun setelahnya kami menemukan
pak Heru tergeletak. Matanya melotot, mulutnya menganga, sementara bagian dada
juga perutnya berlubang. Aku segera menelpon polisi. Setengah jam kemudian, polisi
datang. Aku pun memberi tahu perihal tubuh Melody yang ternyata dikabarkan
hilang sepuluh tahun terakhir. Uuhhh, ini sangat menjijikan. Aku dan Nabilah
sampai harus menutup hidung kami. Setelah ditanyai ini itu, kami berdua pun
diperbolehkan pulang.
Esoknya, sekolah masuk seperti
biasa. Namun, KBM diberhentikan. Aku dan Nabilah menjadi artis dadakan setelah
kejadian semalam. Aku dan Nabilah hanya bisa tersenyum setiap kali ada yang
menanyai perihal kejadian semalam. Karena jengah, aku dan Nabilah memutuskan
untuk pergi ke taman. Sepertinya tempat ini cocok untuk menghindari
teman-temanku.
“ehem, Beby! kamu..darimana kamu
tau tentang pak Heru, tentang Melody?” Tanya Nabilah.
“Melody yang menunjukannya”
“oh ya? Bagaimana caranya?”
“entahlah, aku juga gk tau. Udah
deh, gk usah bahas itu lagi. Kita kesini kan supaya gk ditanyain tentang hal
itu!”
Akhirnya kami berdua mengobrol
tentang hal-hal gk penting. Kami terus mengobrol tanpa memperdulikan waktu.
Selain karena disini tenang, udaranya juga sejuk. Saat kami sedang asik
mengobrol, tiba-tiba sebuah bayangan wanita cantik muncul di hadapan kami.
“Melody? Ada apa?” Tanya Nabilah.
“terima kasih karena sudah
membantuku. Maaf sudah mengganggu kalian” ucapnya sambil tersenyum, lalu
perlahan menghilang. Meninggalkan aku dan Nabilah di taman.
“yah, sepertinya masalah sudah
selesai. Aku harap, gk akan ada kejadian kayak gini lagi!”
“iya bener! Serem gila!” timpal
Nabilah.
Kami pun pergi meninggalkan taman
dengan senyum ceria. Aku harap, setelah kejadian ini, tidak akan ada
kejadian-kejadian aneh seperti ini lagi. Ya, aku harap.
FIN.